HUBUNGAN SETELAH PINANGAN


Tanya:
Assalamu’alaikum Wr. Wb. Gus Yusuf yang saya hormati, dalam Baiti Jannati panjenengan menyampaikan bahwa peminangan hanya merupakan pendahuluan dari nikah dan belum masuk pada nikah, maaf Gus.. saya kok janggal ya! Tentang bagaimana setatus wanita yang sudah dipinang apakah boleh bergaul layak seperti pasangan yang sudah sah? Soalnya yang sering saya temukan, setelah  terlaksananya pinangan, kok enjoy-enjoy saja mereka berduaan atau jalan bareng, saya hanya minta kejelasan dari Gus Yusuf, pasalnya insya Allah sebentar lagi calon suami putri saya akan meminangnya, saya khawatir jika mereka melakukan sesuatu yang tidak diperbolehkan agama, padahal mereka sendiri tidak menyadarinya, kaula kinten cekap sa manten, Matur nuwun. Dari Ibu Sumilah Magelang.

Jawab:
Wa’alaikum salam wa rohmatullah,
Terus terang, saya merasa bersyukur atas perhatian ibu yang lebih, sebagai bentuk kasih sayang terhadap anak, sebagai bentuk kehati-hatian menuju jenjang perniakahan, apa yang ibu kemukakan ini erat kaitannya dengan kebahagiaan dunia dan akhirat. Semoga ini bisa sebagai pengingat bagi semua orang tua, untuk lebih memperhatikan anaknya, terutama menyangkut perkara yang berhubungan dengan syari’at Islam.

Memang dalam kenyataan sehari-hari, hampir tidak pernah dijumpai pernikahan tanpa didahului peminangan calon mempelai pria terhadap calon mempelai perempuan, kalaupun ada saya kira jumlahnya hanya sedikit, karena memang peminanagan –meskipun sunnah- memiliki arti penting dalam membentuk keluarga ideal, sakinah, mawaddah dan rahmah. Sayangnya, arti pentingnya peminanangan untuk perkawinan ternyata masih belum diimbangi dengan pengetahuan yang memadai tentang hukum-hukumnya.

Ibu Sumilah, untuk persoalan bagaimana status Makhtubah (perempuan yang dipinang) dalam hubungannya dengan Khotib (laki-laki yang meminangnya) apakah boleh bergaul layak seperti pasangan yang sudah sah? Ya.. kalau kita cermati di sebagian masyarakat memang banyak kejadian antara Khotib dan Makhtubah sudah melakukan hal-hal yang selayaknya dilakukan oleh pasangan yang sah. Perlu ibu garis bawahi, bahwasanya Khitbah (meminang) ini baru tahap Muqoddimah (pendahuluan) dari pernikahan, sebagaimana keterangan yang sering saya sampaikan. Untuk pihak laki-laki, ini baru pada tahap mengungkapkan perasaan atau keinginan mengajukan penawaran kepada pihak perempuan untuk menikah.

Ibu Tentu sudah tahu, dalam tawar menawar ada kalanya diterima bahkan tak jarang ditolak mentah-mentah, Wong namanya saja nawar, makanya setelah peminangan status  Khatib dan Makhtubah tetap belum bisa melakukan hubungan yang layaknya pasangan yang sah, karena mereka berdua masih dianggap seperti orang lain dan setatus suami istri lengkap dengan hak dan kewajibannya, baru bisa diperoleh setelah keduanya melewati aqad nikah. Singkat kata, masa menunggu antara peminangan dan pernikahan, tidak dibenarkan mereka berdua mengerjakan hal-hal yang hanya diperkenankan dilakukan oleh sepasang suami istri, semisal berduaan di tempat yang sepi (Khulwah), Apalagi sampai melakukan tindakan yang lebih jauh seperti tidur bersama, berhubungan seksual atau sekedar muqaddimahnya saja, karena hal ini memang ada larangan dari syar`i melalui satu hadits Nabi saw:
لاَ يَخْلُوَنَّ أَحَدُ كُمْ بِامْرَأَةٍ اِلاَّ مَعَ ذِى مَحْرَمٍ (رواه الشيخان)
“Tidak boleh berduaan di tempat sunyi seorang laki-laki di antara kamu  dengan seorang wanita kecuali wanita itu bersama mahromnya.” (HR. Bukhori dan Muslim)

Dengan demikian saya himbaukan untuk semua orang tua, seyogyanya mengarahkan putra-putrinya agar tidak terseret terlalu jauh dalam berhubungan dengan calon pasangannya, mengingat walaupun sudah dipinang, tetap masih ada kemungkinan tidak terlaksananya pernikahan, daripada nanti terjadi hal-hal yang tidak diinginkan nanti yang ada hanya penyesalan. Ya.. yang wajar-wajar saja, Toh! Pada saatnya nanti akan lebih leluasa kan? dan bahkan menjadi bentuk ibadah kepada Allah swt. Sekian jawaban dari saya, Wallahu a’lam