TENTANG RUKUN NIKAH?


Tanya:
Gus, yang saya tahu dalam masalah sujud dalam shalat, ada syarat-syarat yang harus dipenuhi agar sujud tadi sah. Apakah yang demikian juga berlaku dalam rukun-rukun nikah? Mohon diterangkan nggih..
Dari Sholahuddin, Bantul.

Jawab:
Ya.. memang benar, dalam tiap-tiap rukunnya masih terdapat syarat-syarat yang harus dipenuhi pula, dan sangat disayangakan kalau syarat yang harus dilaksanakan ini tidak mendapatkan perhatian dari pihak yang menikah atau yang menikahkan. Padahal syarat-syarat (dari rukun) ini pun harus dilaksanakan. Yang kadang terjadi, ada sebagian di sekitar kita yang menganggap remeh lalu mengabaikannya begitu saja atau memang benar-benar tidak mengetahuinya. Jadi bukan cuma poin-poin rukunnya saja yang diperhatikan, syarat-syarat agar rukun tersebut dikatakan sah pun harus diperhatikan dan dilaksanakan, beberapa syarat itu adalah:

Bagi Calon suami.
Calon suami disyaratkan:
Tidak dalam keadaan Ihram (haji/umroh) meskipun diwakilkan kepada seorang yang tidak Ihram. Sebab ada hadits dari Rasulullah saw yang melarang:
لاَ يَنكِحُ اْلمُحْرِمَ وَلاَ يُنكَحُ  ( رواه مسلم )
 “Seorang yang sedang Ihram tidak boleh menikah dan tidak boleh menikahkan.” (HR. Muslim)

Tidak atas paksaan, artinya pernikahan seorang laki-laki tidak atas kehendaknya maka tidaklah sah, sebab seorang laki-laki nantinya akan menentukan hidupnya sendiri serta mengatur anak dan istrinya, berbeda dengan seorang wanita, karena seorang wali Mujbir bisa memaksanya menikah dengan laki-laki yang sederajat, dengan beberapa syarat, yang insya Allah akan dibahas pada bagiannya sendiri.
Orangnya telah ditentukan dengan jelas.
Mengetahui bahwa calon istri adalah perempuan yang halal dinikah, seperti bukan mahrom (wanita yang haram dinikahi), belum menjadi istri orang lain yang sah, singkatnya bisa jadi pernikahan seseorang dianggap tidak sah, hanya karena dia tidak mengtahui akan status calonnya itu, apakah termasuk wanita yang haram dinikahi atau tidak, maka sepatutnya calon suami sebelum melangsungkan aqad nikah agar terlebih dahulu mencari tahu latar belakang calonnya itu. Caranya bisa dilakaukan dengan mencari informasi kepada orang terdekat atau cara lainya yang dibenarkan syari’at.
Jelas laki-laki.
·    Disyaratkan pula bagi calon pengantin laki-laki tidak dalam keadaan mempunyai istri empat walaupun sebagian dari istri empat tersebut adalah Roj’iyyah (istri yang sudah ditalaq akan tetapi talaq roj’i)

Calon istri.
Adapun beberapa syarat dari seorang calon istri adalah sebagai berikut:
1.    Tidak dalam keadaan Ihram.
2.    Tidak dalam keadaan ‘Iddah atau berstatus sebagai seorang istri dari laki-laki lain.
3.    Jelas orangnya, artinya apabila seorang wali dari pihak istri menikahkan dengan ungkapan: “Kamu saya nikahkan dengan salah satu dari anak saya,” padahal dia mempunyai anak perempuan lebih dari satu, maka hukumnya tidak sah.
4.    Bukan mahram, baik karena nasab, Rodlo’ (sepersusuan), atau Mushsharah (mertua)

·    Dan yang perlu diperhatikan adalah dari kedua calon mempelai haruslah satu agama yakni agama Islam, sebab seorang laki-laki menikahi wanita yang berbeda agama hukumnya tidak sah, sebagaima larangan dalam al-quran, Allah swt. berfirman:
وَلاَ تَنكِحُوا اْلمُشْرِكاَتِ حَتىَّ يُؤمِنَّ،  وَلأَ مَةٌ مُؤمِنَةٌ خَيرٌ مِنْ مُشْرِكَةٍ وَلَو أَعْجَبَتكُمْ،  وَلاَ تُنْكِحُوا اْلمُشرِكِينَ حَتىَّ يُؤمِنُوا، وَلَعَبْدٌ مُؤمِنٌ خَيرٌ مِن مُشْرِكٍ وَلَو أَعْجَبَكُم، أُولئِكَ يَدْعُونَ اِلى النَّارِ،  وَاللهُ يَدْعُوا اِلى اْلجَنّةِ وَاْلمَغفِرَةِ بِإِذنِهِ  وَ يُبَيِّنُ ايتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُم يَتذَكَّرُون.
“Dan jangankah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu, Mereka mengajak ke neraka sedangkan Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran. ( QS. Al-Baqarah : 221)

Dari ayat di atas jelas sudah diterangkan bahwa Allah swt. melarang seseorang untuk menikah dengan wanita yang tidak seiman atau sebaliknya, bentuk larangan di atas adalah mengarah kepada keharaman yang mempengaruhi sah dan tidaknya pernikahan. Tapi jika wanita tersebut adalah seorang kafir kitabiah yang murni (berpedoman kepada kitab Taurot atau Injil yang asli) maka hukumnya boleh, sedangkan kenyataan zaman sekarang (khususnya diindonesia) kafir kitabiah bisa dikatakan tidak ada. Untuk masalah seiman ini, semua yang terlibat dalam aqad pernikahan (calon suami, calon istri, wali dan dua saksi) harus sama, yaitu satu agama, Islam.

Saya kira cukup keterangannya, semoga bisa menjadi pegangan mas Sholah di kemudian hari, sekian, Wallahu A’lam