BERHENTI HAIDL LANGSUNG MELAYANI SUAMI

Tanya:
 Assalamu’alaikum. Gus Yus.. saya seorang istri yang belum lama berrumah tangga, ya.. sekitar baru satu tahun. Beberapa bulan ini saya ada kejanggalan tapi saya bingung dan takut kalau apa yang saya lakukan ini bertentangan dengan ajaran Islam. Begini Gus, suami saya tau kalau haidlku berhenti, makanya dia minta langsung dilayani padahal saya belum melakukan mandi besar, saya bingung apakah menuruti kemauannya,
padahal dari yang saya tau ‘kan ngga’ boleh, tapi saya juga takut  kalau menolak ajakannya soalnya saya pernah ikut pengajian, katanya haram menolak ajakan suami. Ini Gus masalahnya, saya harus bagaimana? tolong Gus Yus berkenan menjelaskan semuanya, agar untuk waktu yang akan datang saya tidak ragu dan takut lagi, sebelum dan sesuadahnya saya minta maaf, sekian terima kasih. Dari Dian Bandongan.

Jawab:
Wa’alaikum salam. Mbak Dian, tentunya mbak pasti tahu bahwa siklus haidl adalah ketetapan yang harus diterima oleh kaum hawa sebagai sunatullah, sehingga tidak ada alasan untuk mengkambing hitamkan datangnya haidl sebagai penghalang Ibadah atau bahkan pekerjaan dalam situasi-situasi tertentu,  seorang wanita tidak bisa memprotes datangnya haidl di saat nikmatnya menjalankan puasa Ramadhan, atau seperti yang dialami sayyidah `Aisyah rha. pada saat dia terhalang untuk melakukan Thawaf di Masjid al-Haram untuk haji, dan dengan sangat bijak Nabi saw. berkata:
هَذَا شَئٌ كَتَبَهُ اللهُ عَلى بَناَتِ أَدَمَ. (رواه البخاري و مسلم)
“Haidl ini adalah sesuatu yang telah Allah tetapkan bagi wanita keturunan Nabi Adam as.” (HR. Bukhori Muslim).

    Ada pekerjaan-pekerjaan yang tidak boleh dilakukan pada saat seorang wanita sedang haidl seperti Shalat, puasa , membaca Al-qur’an dan juga berhubungan badan (bersetubuh) dengan suaminya, hal ini berdasarkan Firman Allah swt:
وَيسْأَلُوْنكَ عَنِ اْلمَحِيْضِ قُلْ هُوَ أَذَى فَاعْتزِلُوا النِّسَاءَ فِي اْلمَحِيْضِ وَلاَ تَقْرَبوُهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ
“Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang haidl. Katakanlah: “Haidl itu adalah kotoran”. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidl; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci.” (QS. Al-Baqarah:  222).

Ayat ini menegaskan tentang keharaman seorang wanita berhubengan badan dengan suaminya, yaitu dari penafsiran ayat:المحيض ولا تقربوهن حتى يطهرن  “janganlah kamu mendekati mereka sebe;um mereka suci!”

Keterangan di atas silahkan ibu ambil sebagai catatan yang pertama, yaitu wanita haidl diharamkan berhubungan badan. Sekarang perhatikan poin hukum yang berikutnya sebagai catatan yang kedua, bahwa memang benar istri menolak ajakan suaminya untuk bercinta tidaklah dibenarkan Syara`, Sebagaimana sabda Rosululloh saw. dalam haditsnya:
اِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ اِلَى فِرَاشِهِ فَأَبَتْ فَبَاتَ غَضْبَان عَلَيْهَا لَعَنَتهاَ اْلمَلاَئِكَةَ حَتىَّ تُصْبِحَ  ( رواه البخار و مسلم)
 “ Jika seorang suami mengajak istrinya untuk tidur di tempat peraduanya kemudian dia menolak (untuk datang) hingga suami marah terhadapnya semalam suntuk, maka malaikat akan melaknatinya hingga pagi.” (HR. Bukhori Muslim).

Hadits ini masih secara umum untuk wanita yang memang menolak ajakan suaminya, belum ada keterangan yang jelas tentang beberapa alasan yang bisa dijadikan dasar untuk menolak ajakan suami tersebut. Ibu dian pun perlu  tahu, tidak semua ajakan suami kemudian dituruti, ada kalanya ajakan tersebut harus ditolak yaitu jika ajakan tersebut memang salah dan keliru, seperti permasalahan anda ini. Bagaimanapun keadaan ibu waktu itu belum dikatakan suci, karena orang yang berhadats besar -seperti haid- tidak akan suci terkecuali setelah mandi janabah. Itu artinya membiarkan sang suami melakukan kesalahan kalau ibu membiarkan dan menuruti kemauannya, bukankah ibu juga yang nanti  ikut menanggung akibatnya? tapi tentunya penolakan tersebut dengan cara yang halus dan penuh kasih sayang, baru kemudian memberikan pengertian tentang hukum kepadanya, Insya Allah suami akan menerima.

Demikian yang dapat saya jelaskan, sedikit catatan untuk ibu, seumpama berhenti haidl padahal ibu tidak menemukan alat untuk bersuci maka tetap saja ibu belum diperkenankan berhubungan badan dengan suami, berbeda dengan sholat, artinya kalau keadaan tidak adanya alat untuk bersuci ini sampai menemui waktu sholat maka tetap wajib melakukan sholat lihurmatil wakti (Buka al-Jamal, juz II hal. 238), sekian jawaban saya semoga bisa diterima, Wallahu A’lam.[]