KAWIN PAKSA


Tanya:
Gus, saya tertekan karena kehendak orang tua yang hendak menjodohkan saya dengan seseorang, padahal saya sendiri sudah punya pilihan. Ya.. memang sih pilihan orang tua lebih segalanya, tapi tetap saja saya kurang legawa. Apakah tindakan mereka itu ada hukumnya dalam Islam? Mohon dijelaskan, terima kasih.
Dari Rosalina, Magelang.

Jawab:
Dalam pernikahan dikenal adanya Wali Mujbir, yaitu wali yang berhak memaksa anak perempuanya yang masih gadis untuk menikah dengan tanpa meminta izin darinya, namun seorang wali mujbir tidak kemudian mutlaq bisa menikahkan anak perempuannya dengan tanpa kerelaan, artinya tetap harus menetapi syarat-syarat yang mengatur semuanya agar sang anak bisa menerima alasan yang dikemukakan oleh walinya, dalam mazdhab Syafi’i wali mujbir hanya tertentu pada ayah dan kakek, syarat-syarat tersebut adalah:
1.    Calon suami (yang dikehendaki wali mujbir) harus  Kafaah/sekufu (sepadan) dengan mempelai perempuan.
2.    Tidak adanya permusuhan yang dhohir (jelas) antara gadis yang dinikahkan dengan wali yang mengawinkannya
3.    Laki-laki harus membayar mas kawin dengan tunai.
4.    Tidak adanya permusuhan dhohir atau bathin (permusuhan yang jelas atau yang  terselubung) antara calon mempelai laki-laki dan gadis yang dinikahkan.
5.    Perempuan yang dinikahkan berstatus Bikr yaitu perempuan yang belum pernah bersetubuh baik secara halal atau haram dan selaput daranya masih ada (biasa disebut dengan perawan/gadis), atau wanita yang sudah hilang selaput daranya akan tetapi tidak melalui persetubuhan, misal rusak karena memasukan jari, kecelakaan, terjatuh atau sebab yang lain. Sedangkan wanita yang hilang selaput daranya sebab diwati (bersetubuh) baik secara halal atau haram sudah tidak dikategorikan bikr akan tetapi dikatakan Tsayyib (janda), dan bagi ayah atau kakek tidak boleh menikahkanya dengan tanpa melalui izin darinya, sebagaimana sabda Rasulullah saw.
اَلثيِّبُ أَحَقُ بِنَفْسِهَا مِنْ وَلِيِّهَا وَ اْلبِكْرُ يُزَوِّجُهَا أَبُوهَا    (رواه الدارقطنى )
“Janda lebih berhak dengan dirinya daripada walinya adapun perawan boleh dinikahkan ayahnya (tanpa izinnya).” (HR. ad-Daruqutni)

Namun demikian, baiknya sang ayah atau kakek disaat hendak menikahkan anak gadisnya, mintalah kerelaanya terlebih dahulu agar dalam membangun rumah tangganya nanti memang berdasarkan atas kerelaan hati dari semua fihak, karena bagaimanapun yang nanti akan menjalani kehidupan selanjutnya adalah sang anak bukan walinya.

        Adapun dalam menentukan kerelaan seorang gadis pada saat dia dimintai izin, tidak harus jelas keluar dari ucapanya, akan tetapi terdiamnya dengan tidak menjawab apa-apa atau malah dia menangis akan tetapi tidak sampai berteriak-teriak atau sampai  menampar pipinya sendiri, maka itu sudah cukup sebagai jawaban apakah dia rela atau tidak, karena rata-rata seorang gadis akan merasa malu untuk mengutarakan jawabannya menikah dengan laki-laki pilihan orang tuanya. Rasulullah saw bersabda:
اْلبِكْرُ تُسْتأْمَرُ وَاِذنهاَ سُكُوتُهَا  (رواه مسلم)
 “ Seorang gadis dimintai izin (ditawari) dan izinya adalah diamnya.” (HR. Muslim)

        Sedangkan untuk laki-laki, ia lebih berhak menikahkan dirinya daripada orang tua, sebab wali dari laki-laki tidak menjadi rukun dalam nikah, malah jika laki-laki tersebut menikah atas paksaan, maka hukum pernikahannya tidak sah. Demikian yang dapat saya sampaikan, semoga bisa dipafami, Wallahu A’lam.