PELAKSANAAN KHITBAH.


Tanya:
    Ada beragam tatacara peminangan dalam masyarakat, ini saya kira karena perbedaan adat dan daerahnya saja. Sekarang saya tanya ke bapak Kiyai Yusuf tentang tatacara yang ada dalam syari’at, minimal saya tahu bagaimana sebenarnya peminangan menurut syariat yang benar, sekian terima kasih.
Dari Abdul Jalil, Muntilan.
Jawab:
    Menarik memang, Indonesia itu negeri kaya budaya dan adat, jadi tak aneh jika terjadi yang demikian itu. Dan saya kira tidak ada salahnya kita melihat tatacara yang ada dalam Islam, karena paling tidak kita tahu batasan-batasannya.

Begini pak Jalil, sebelum khitbah dilangsungkan, disunnahkan untuk khutbah terlebih dahulu sebagai pembuka. Khutbah ini memuat kata sambutan serta Mau’idlotul hasanah tentang Khitbah (pinangan) dan diawali dengan bacaan Hamdalah, sholawat, wasiat taqwa,  dan setelah mau’idlotil hasanah dilanjutkan dengan doa. Berikut contoh khutbahnya:
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّ حِيْمِ, اْلحَمْدُ لِلّهِ الَّذِي هَدَاناَ لاِتِّبَاعِ اْلِملَّةِ اْلحَنِيْفِيَّةِ السَّمْحَةِ الزَّخْرآءِ و َأَرْشَدَناَ لاِقْتِفَاءِ أَوَامِرِهَا اْلمُنِيفَةِ اْلغَرَّاءِ . أَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى حَمْدًا اَوْرَدَ بِهِ مَوَارِدَ اْلفَضْلِ  وَالإِحْسَانِ . وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عََبْدُهُ وَ رَسُوْلُهُ  اْلمَخْصُوصُ بِاْلخَلْقِ اْلعَظِيْمِ . وَاْلمَخْطُوبُ اِلَى مُنَاجَةِ حَضْرَةِ السَّمِيْعِ اْلعَلِيْمِ. صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ وَ عَلى أَلِهِ الغُرِّ الْكَرِيْمِ وَ أَصْحَابِهِ نُجُوْمِ اْلهِدَايَةِ وَ مَصَابِهِ الظَّلَامِ. يآ أَ يُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَ لاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَ أَنتمُ مُسْلِمُوْنَ.
Lalu dilanjutkan Mu’idhatil hasanah yang menerangkan tentang khitbah, setelah itu mengucapakan: جِئتكُم فِى كَرِيْمَتِكُمْ / “aku mendatangi kalian untuk melamar wanita mulia kalian.” Apabila wakil maka: جئتكُم عَنْهُ خَاطِبًا كَرِيْمَتَكُمْ  / “aku mendatangi kalian sebagai ganti dari orang yang mewakilkan kepadaku untuk melamar wanita mulia kalian.” Kemudian: لَسْتُ بِمَرْغُوبٍ عَنْكَ .  / “aku tidaklah orang yang benci terhadapmu.” Begitu juga ketika yang melamar adalah wali atau gantinya.

Adapun do’anya sebagai berikut:
اَللّهُمَّ اجْعَلْ هَذِهِ اْلخِطْبَةَ خِطْبَةً ناَفِعَةً مُبَارَكَةً مَصْلَحَةً دَائِمَةً أَبَدًا ظَاهِرًا وَ بَاطِنًا أَوَّلاً وَ أَخِرًا بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ . رَبَّنَا تََقَبَّلْ مِنَّا اِنَّكَ أَنتَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ وتُبْ عَلَيْنَا اِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ. دَعْوَاهُمْ فِيْهَا سُبْحَانكَ اللَّهُمَّ وَ تَحِيَّتهُمْ فِيْهَا سَلاَمٌ وَأَخِرُ دَعْوَاهُمْ أَنِ اْلحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْنَ.
 “Ya Allah, jadikanlah pinagan ini sebagai pinangan yang bermanfaat, yang diberkahi, yang membawa kemaslahatan dan abadi selama-lamanya, secara lahir dan batin, di permulaan dan akhir dengan rahmat-Mu, Wahai Tuhan paling Penyayang di antara para penyayang. Ya Allah terimalah doa kami, sungguh Engkau adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Dan terimalah taubat kami, sungguh Engkau adalah Maha Menerima taubat lagi Maha Penyayang. Do`a mereka di Surga adalah “Subhanaka Allahumma,”  ( Maha Suci Engkau wahai Tuhan kami), salam penghormatan mereka adalah salam (sejahtera dari segala bencana), dan penutup doa mereka adalah “Alhamdulillahi robbil ‘alamin,”  (segala puji bagi Allah , Tuhan semesta alam).

Dan khitbah ini mempunyai beberapa ketentuan yang telah digariskan oleh syari'at agama Islam, yakni wanita yang akan dipinang tidak ada halangan-halangan hukum yang melarang dilangsungkanya pernikahan seperti masih dalam keadaan nikah (punya suami), dan 'Iddah Raj'iyyah, serta belum dipinang oleh orang lain secara sah.
Sebab haram hukumnya bagi seseorang meminang pinanganya orang lain. Sebagaimana  disebutkan dalam satu riwayat hadits :
لاَ يَخْطُبُ الرَّجُلُ عَلى خِطْبَةِ أَخِيْهِ حَتىَّ يَترُكَ اْلخَاطِبَ قَبْلَهُ  (رواه البخا رى و المسلم )
"Seorang laki-laki tidak boleh melamar lamaran saudarnya sehingga orang yang melamar sebelumnya meninggalkan lamaranya." (HR. Bukhori-Muslim)

Setelah keduanya bertunangan, hendaknya masing-masing pasangan menyiapkan diri untuk memperdalam ilmu agamanya dan bersikap zuhud, serta bersama-sama berazam satu dasar hidup, yakni qana’ah (menerima apa adanya) setelah pertunangan hendaknya segera menentukan tanggal pernikahan agar terhidar dari fitnah manusia, karena pertunangan yang dibuat bukanlah jalan untuk membolehkan keduanya bergaul dalam batas-batas yang longgar. Demikian semoga pak Jalil bisa memahaminya, sekian, Wallahu A’lam