ADAKAH JALAN MENUJU KELUARGA SAKINAH UNTUKKU


Tanya:
Gus.. sebelum  menikah, saya khilaf menggauli calon istri saya layaknya hubungan suami istri. Sekarang saya takut Gus.. apakah saya nanti bisa membina keluarga yang Sakinah, dan masihkan ada pintu ampunan untuk kami berdua. Dari RA Magelang.

Assalam mu'alaikum. Gus jika ingin meminta maaf apakah kita harus mengatakan kesalahannya, karena saya takut kejujuran akan berakibat bencana karena ini menyangkut masa lalu, saya tidak ingin rumah tanggaku hancur tapi saya juga merasa berdosa karena pernah menghianati suamiku. (Dari : 081384618xx)

Jawab:

    Saya kira kita sudah tahu, bahwa dalam perjalanannya menuju kehidupan abadi, manusia -berbekal potensi yang ada- dengan berbagai cara mereka menjalani perputaran dunia yang serba relatif ini. Mulai dari cara-cara yang fair dan sesuai tuntunan Allah swt. sampai cara yang dilarang agama, maka tidak aneh jika di antara mereka ada yang tersesat dari jalan yang diridloi-Nya, tapi tak jarang dari mereka sanggup meniti rel kehidupan ini dengan benar sesuai petunjuk al-Qur'an dan al-Hadits.

Jadi wajar sekali apabila manusia tersandung suatu kesalahan/kelalaian. Namun, kita beruntung menjadi umat nabi Muhammad saw. karena beliau membawa risalah yang merubah tata cara kaum pendahulu seperti bani Israil, dimana untuk melebur dosa dan  kesalahan, mereka memakai cara tersendiri seperti keterangan dalam kitab Ithaf as-Saadah al-Muttaqin Juz 10 Hal. 600 yaitu apabila mereka melakukan kesalahan, maka diharamkan baginya makanan yang baik/enak dan sesegera  mungkin menulis kesalahannya pada pintu-pintu rumah, coba kita RA bayangkan..

    Nah! Kalau dalam Islam, kita mengenal istilah Nadamah /getun, banyak sekali riwayat yang menyatakan bahwa getun adalah kunci seseorang bertaubat dari dosa, sederhana kan? tapi justru dari Nadamah ini tumbuhnya kesadaran akan kesalahan-kesalahan yang sudah dilakoni, pasalnya dengan getun pasti tumbu  penyesalan akan dosa-dosa yang dilakukan dan adanya niat yang tulus tidak akan mengulanginya kembali, untuk sekarang dan masa yang akan datang.

    Sekarang tentang masalah yang kedua, dalam kaitannya dengan dosa/kesalahan,  ibu X harus tahu lebih dahulu, ada dua jenis hak yang menjadi bagian terpenting dalam permintaan maaf. Pertama Haqqullah dan yang kedua Haqqul Adami, kesalahan yang dilakukan seseorang  menerjang hak-hak Allah swt. cukup hanya memohon ampun kepada-Nya lalu meninggalkan kesalahan tersebut ini yang dinamakan Haqullah. Berbeda apabila kesalahan yang dilakukan berhubungan dengan hak-hak anak Adam, maka haruslah ada Istihlal/meminta halal atau Istirdlo/meminta ridlo dari orang yang kita dholilmi, dan dalam meminta maaf ini harus menyebutkan secara rinci kesalahan yang sudah dilakukan demikian menurut imam Syafi'i. Artinya tidak cukup hanya dengan ungkapan " Mas.. sedhoyo kalepatan kulo nyuwun pangapunten nggih!"  hal ini berbeda dengan imam Ibnu Hanifah, menurut beliau ungkapan ini sudah cukup.

    Masalah yang ibu hadapi, apakah semua kesalahan harus diutarakan tanpa memandang efek yang terjadi, setelah mengungkapkan segala kekhilafan yang sudah lalu? Saya menemukan  dalam  Is`adur Rofiq  juz II hal. 144 dikatakan begini:
وَمَحَلُّ التَوَقُّفِ عَلَى اْلإِسْتِرْضَاءِ وَاْلإِسْتِبْرَاءِ مَا لَمْ يَخْشَ زِيَادَةَ غَيْظٍ أَوْ تَحْرِيْكَ فِتنَةٍ وَالأَباَن خَافَ ضَرَارًا عَلى نَفسِهِ أَوْ غَيْرِهِ فَلْيَرْغِب اِلَى اللهِ تَعَالى أَن يُرْضِيَهُ عَنْهُ ويُكَثِّر الإِسْتِغْفَارَ لَهُ
 “Yang menjadi patokan dalam meminta Ridla’ dan Istibra’/meminta kebebasan adalah selama (permintaan tersebut)  tidak menjadikan semakin parahnya keadaan atau menarik Fitnah dan khawatir akan bahaya (yang terjadi) baik atas dirinya atau orang lain, (apabila dikhawatirkan terjadi demikian) maka kembalikan semuanya kepada Allah swt. dengan memperbanyak Istighfar.”

Wal hasil, pengakuan terhadap kekhilafan yang sudah dilakukan adalah satu bukti keseriusan dalam menghargai agama, melakuakan perzinahan berarti mengabaikan atau mengecilkan larangan zina. Allah swt. adalah Penyayang kepada seluruh makhluk-Nya, dan Dia tidak akan menutup pintu taubat kepada siapapun, selama bukan merupakan perbuatan Syirik dan nyawa belum sampai ke tenggorokan dengan menetapi aturan dalam beristighfar Insya Allah, Dia akan memberikan ampunan itu, tinggal seberapa jauh keseriusan dan niat yang tulus untuk meninggalkan kesalahan/khilaf tersebut.
فَمَنْ زَنىَ اَوْ لاَطَ وَلَمْ يَبْلُغْ فِعْلُهُ الإِمَامَ فَلاَ يَنْبَغِى أَنْ يَطْلُبَ الإِسْتِحْلاَلَ لِمَا فِيْهِ مِنْ هَتْكِ العِرْضِ فَيَكْفِيْهِ النَدْمُ وَالْعَزْمُ عَلى عَدَمِ اْلعَوْدِ وَالرُّغْبَةُ اِلَيْهِ تَعَالى فِى إِرْضَاءِ خَصْمِهِ
 “Orang yang melakukan Zina atau liwath, dan tidak diketahui oleh Imam maka tidak diharuskan baginya meminta kehalalan/kebebasan (hukum) karena yang demikian bisa menghancurkan harga diri maka cukup baginya menyesal dan bertekad untuk tidak kembali (melakukan dosa) dan menyerahkan semuanya kepada Allah swt. agar memberikan Ridlo atas segala dosanya.”( Is`adur Rofiq II hal 144)

setelah itu, ambilah hikmah di dalamnya dan menjadi pelajaran untuk anak yang nanti lahir agar tidak terbujuk rayuan dan iming-iming Setan.

Untuk masalah mas RA tentang membentuk keluarga yang sakinah Mawaddah wa Rohmah, saya jawab masih ada jalan untuk mencapainya, kebahagiaan dalam berkeluarga adalah harapan yang senantiasa terbuka lebar bagi setiap pasangan suami istri siapapun juga, tinggal bagaimana keduanya mengatur keluarga sesuai dengan titah al-Qur’an dan Hadits. Gampangane, kalau ingin mesra atau bahagia dengan sang istri ya.. kita harus berusaha mesra dan bahagia, tidak bisa hanya pasrah Yah! nopo kersane Gusti Allah mawon! tanpa berusaha bagaimana membuat suasana kemesraan serta kebahagiaan dengan sang istri. Bukan Cuma itu saja, akan tetapi seluruh persoalan keluarga lain yang berkaitan dengan mawaddah wa rohmah, tinggal bagaimana membentuk komunikasi yang baik antara suami dan istri maka Insya Allah, Dia akan memberikan kebahagiaan itu.
   
Saya kira cukup sampai disini keterangannya, sekian semoga bermanfaat, Wallahu A’lam