POSISI WALI DALAM PERNIKAHAN.


Tanya:
Assalamu’alaikum, Gus perkenankan saya minta penjelasan. Dalam dunia pernikahan, yang mengalami dan menjalankannya adalah sepasang anak manusia, kenapa harus memakai wali segala? dan apa saja aturan menjadi wali nikah? Mohon penjelasannya ya Gus..
Dari Nuraeni, Mungkid.

Jawab:
Benar dikatakan kalau yang mengalami kehidupan setelah akad pernikahan adalah sepasang suami istri, tapi mereka juga kan anak manusia, bukan kah dengan pernikahan akan memindahkan tanggung jawab orang tua kepada anaknya? Tentu hal ini akan menjadi yang naif apabila mengambil anak perempuan orang lain tanpa ridha dan izinnya.

Wali (orang yang menikahkan) dalam pernikahan hanya disyaratkan dari pihak  pengantin wanita, baik ayahnya sendiri atau diwakilkan. Seseorang bisa menjadi wali dalam pernikahan haruslah memenuhi syarat-syarat  sebagai berikut:

Laki-laki, artinya seorang wanita tidak bisa menjadi wali dalam pernikahan, atau menikahkan dirinya sendiri walaupun mendapat izin dari walinya.
‘Adalah (memiliki sifat adil), artinya seorang yang menjadi wali dalam pernikahan haruslah bukan orang yang fasiq, sebagaimana disebutkan dalam hadits Shohih, Rasulullah saw. bersabda:
لاَ نِكَاحَ اِلاَّ بِوَلىٍّ مُرْشِدٍ أى عَدْلٍ
“Tidak sah nikah tanpa seorang wali yang Mursyid yakni yang mempunyai sifat adil.”

Pengertian ‘Adalah yaitu seseorang yang tidak melakukan dosa besar seperti zina, membunuh dengan tanpa adanya hak dan sebagainya, serta tidak terus menerus mengerjakan dosa kecil seperti sengaja melihat atau menyentuh wanita yang diharamkan untuknya, dan amaliyah Tha`atnya jauh melebihi dari perbuatan dosanya. Tapi apabila seorang sering malakukan dosa kecil akan tetapi ketha`atannya bisa melebihi atas perbuatan dosanya, maka masih bisa dikategorikan orang yang mempunyai sifat ‘Adalah. Sedangkan untuk orang fasiq sebaliknya. Ada bebarapa catatan penting yang berkaitan dengan masalah wali ini, antara lain:
Yang dimaksud ‘Adalah dalam perwalian nikah adalah tidak adanya sifat fasiq, namun sebagian ulama’  bahkan kebanyakan ulama’ mutaakhirin memperbolehkan seorang yang fasiq menjadi wali nikah, kalau memang di tempat tersebut sudah maraknya orang fasiq dan sulit ditemukannya orang yang tidak fasiq.

Ketika wali yang menempati urutan pertama mempunyai sifat fasiq maka kewaliannya berpindah kepada wali urutan selanjutnya. Apabila wali yang lebih jauh tidak ada, sedangkan yang ada hanya hakim yang fasiq maka hakim tersebut boleh menjadi wali nikah.

Ketika seseorang yang fasiq bertaubat maka seketika itu pula ia bisa menjadi wali.

Dewasa
Sehat Akalnya
Tidak dipaksa
Tidak sedang menjalani Ihram (haji atau umroh).

Kiranya cukup penjelasan dari saya,  Wallahu A’lam