KISAH TELADAN-- “Cinta yang sempurna”

 Pada zaman Rasulullah saw. tersebutlah Sa’d as-Salmiy salah satu sahabat yang seluruh hidupnya diserahkan untuk berjuang demi mengibarkan bendera Islam. Satu ketika dia bertanya kepada Nabi: “Ya Rasulallah, apakah hitamnya kulit dan buruknya wajahku akan menghalang-halangi masuk surga?” pertanyaan yang dia kemukakan sebagai ungkapan rasa putus asa atas kenyataan yang menimpanya sebagai manusia biasa, secara fisik memang Sa’d masih jauh untuk dikatakan pria yang tampan ditambah lagi kulitnya yang hitam. “Tidak! Demi Dzat yang diriku dalam kekuasaan-Nya, apakah engkau tidak percaya pada tuhanmu dan dengan apa yang dibawa oleh rasul-Nya?” demikian Rasulullah menjawab, sembari beliau menaruh rasa penasaran akan pertanyaan yang sederhana ini, tapi tentunya ada alasan tersendiri yang beliau belum mengetahuinya. Kemudian Sa’d menjawab: "Demi Dzat yang telah memuliakanmu dengan sifat kenabian, sungguh aku telah bersyahadat bahwa tiada Tuhan yang berhaq disembah kecuali Allah swt. dan sungguh Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, sebelum saya duduk disini 8 bulan yang lalu. Aku telah Khithbah/melamar orang-orang yang ada di depanmu dan mereka yang tidak menyertaimu, tapi semuanya menolak karena hitam dan jelek rupaku, sungguh cukup bagiku bani Tsaqif tapi begitulah hitamku ini jadi penghalang.”  Rupanya alasan inilah yang menarik Sa’d bertanya perihal surga, dia merasa pesimis akan keadaannya hingga memaksa untuk mengutarakannya kepada Nabi, lalu Nabi menanyakan kepada sahabat yang lain: “Adakah Amr bin Wahab sekarang?”, `Amr adalah salah satu sahabat yang baru saja masuk Islam dari bani Tsaqif, “Tidak ada, ya  rasulallah” jawab mereka. Kemudian Nabi menanyakannya pada  Sa’d, “Apakah engkau tahu dimana rumah `Amr?”, “Ya saya tahu rumahnya” jawab Sa’d, “Pergilah kesana ketuk pintu rumahnya dengan ketukan yang lembut, ucapkan salam kemudian setelah engkau masuk, katakan kepadanya bahwa Rasulullah saw. akan menikahkan aku dengan putrimu”, Amr bin wahab ternyata memiliki putri yang cantik lagi cerdas.

Perintah ini akhirnya dilaksanakan oleh Sa’d dengan penuh percaya diri dan hatinya begitu yaqin atas perintah Nabi ini, tapi pada kenyataannya disaat Sa’d melaksanakan semua itu, ‘Amr menolak dengan tegas pernyataan Sa’d meskipun itu perintah Nabi, barangkali terbersit dalam hatinya ketidak percayaan bahwa putrinya yang cantik harus menikah dengan pemuda yang buruk rupa dan hitam lagi, bahkan menuduh Sa’d berbohong dengan menjual nama Nabi untuk diambil keuntungan di balik nama besar beliau. Karena merasa gagal maka kembalilah Sa’d ke Rasulullah, pada saat dia kembali inilah sang putri mengutarakan sesuatu kepada ayahnya: “Wahai ayahandaku.. ini adalah keberuntungan, sungguh ini keberuntungan. Kalau memang Rasulullah hendak menikahkan diriku dengan pemuda tadi maka diriku benar-benar ridlo atas apa yang Allah swt. dan rasul-Nya ridloi!” sungguh tulus jawaban putri `Amr bin Wahhab, dia benar-benar menyerahkan semuanya pada kehendak Allah swt. dan rasul-Nya, ia tidak melihat orang yang diperintah tapi dia melihat siapa yang memerintah, sungguh hanya ketinggian iman yang bisa menumbuhkan rasa ini. Mendengar penuturan putri kesayangannya dengan segera `Amr meminta klarifikasi kepada Nabi, sesampai di rumah Rasulullah dia duduk bersimpuh dan siap menerima apa yang akan terjadi, pada saat itu Rasulullah berkata: “Kamukah orangnya yang menolak perintah Rasulullah?”, `Amr menjawab: “Kekasihku.. memang benar aku melakukannya dan aku meminta ampunan kepada Allah swt. atas apa yang sudah aku lakukan, aku kira dia berbohong dengan apa yang dia utarakan, kalau memang dia benar maka sungguh aku nikahkan dia dengan putri kesayanganku, dan aku berlindung kepada Allah swt. dari murka-Nya dan murka Rasul-Nya, dan nikahkan putriku dengan Sa’d dengan mas kawin 400 dirham.”

Kemudian rasulullah berkata kepada Sa’d: “pergilah kepada istrimu kumpulilah dia”, lalu Sa’d menjawab: “Demi dzat yang mengutusmu dengan haq sebagai Nabi, ya Rasulallah sungguh aku tak punya apa-apa hingga aku meminta pada saudara-saudaraku.” Rupanya Sa’d bukan hanya hitam dan buruk rupa tapi juga miskin, kemudian Rasulullah berkata: “Mahar istrimu masih ada pada tiga golongan orang Mukmin, pergilah pada Utsman bin ‘Affan mintalah 200 dirham darinya lalu pergilah ke Abbdurrahman bin ‘Auf dan ambillah 200 dirham, terahir kunjungilah ‘Ali dan ambillah darinya 200 dirham pula!” ahirnya Sa’d melaksanakan perintah Rasulullah ini bahkan dari tiap-tiap Sahabat Nabi yang diminta, dia selalu mendapatkan pemberian yang lebih dan Sa’d mendapatkan uang yang lebih banyak dari 400 dirham yang ditargetkan.

Kebahagiaan melimputi hati Sa’d karena secara fisik jauhlah ia dikatakan pemuda yang tampan, tapi justru mendapatkan seorang istri yang cantik dan sholihah. Kemudian disaat dia membelanjakan uangnya, terdengarlah pengumuman yang mengejutkan bahwa Rasulullah memerintahkan kewajiban jihad fi sabilillah kepada seluruh umat Islam. Ujian yang tidak ringan bagi Sa’d, baru saja dia merengkuh kebahagian yang dia cari sekian lama ternyata untuk sementara harus dia tinggalkan, dan ternyata panggilan jihad lebih indah terngiang di telinga jiwanya dibanding nikmatnya bercengkrama dengan istri yang ia dambakan sebelumnya, Sa’d lebih memilih jihad li I`lai kalimatillah sebagai bukti cinta kepada Allah swt. dan rasul-Nya, dengan lantang dia berkata: “Sungguh! hari ini akan kujadikan dirham-dirhamku untuk sesuatu yang Allah swt. dan rasul-Nya serta seluruh orang yang beriman cintai!” lalu Sa’d membelanjakan dirhamnya untuk membeli peralatan perang mulai dari kuda, pedang, tombak, tameng sampai baju dari besi baja berwarna hitam dan dengan gagah berani dia bertempur bersama pasukan Muhajirin yang lain.

Kehendak Allah swt. adalah ketetapan yang harus diterima oleh seluruh makhluk-Nya, Sa’d ternyata ditakdirkan untuk meninggalkan kenikmatan yang belum ia rengkuh seluruhnya, Ia adalah salah satu dari sekian ratus pasukan Islam yang terluka parah, luka-luka yang ia derita memaksanya untuk melepaskan baju kefanaan dunia. Pada saat evakuasi korban, ditemukanlah seonggok tubuh terbungkus baju besi berbalut luka yang cukup serius, sahabat nabi yang lain tidak mengenali sesosok pemuda di balik baju besi itu dan sampai-sampai Ali pun salah mengira akan identitas pemakainya, ini tiada lain karena Sa’d bukanlah sahabat nabi yang banyak orang lain mengenalnya. Nabi baru mengenalnya setelah melihat warna hitam baju perang yang dia pakai, itupun Rasulullah masih bertanya: “Engaukah Sa’d as-Salmiy?”, Sa’d menjawab “Ya!” lalu dengan penuh haru Rasulullah mengangkat kepala Sa’d ke pangkuan beliau, dia mengusap dengan tangannya sendiri debu yang mengotori wajah Sa’d, seorang kesatria Islam yang gagah berani telah meninggalkan dunia yang fana, Rasulullah berkata: “ Anak muda.. Sungguh sangatlah harum semerbak aromamu karena besarnya cintamu pada Allah swt. dan Rasul-Nya”, kemudian rasulpun menitikkan air mata tapi sungguh mengejutkan karena sesaat kemudian beliau malah tertawa lalu memalingkan wajahnya.

Abu Lubabah dengan penuh rasa penasaran menanyakan kepada beliau: “Ya Rasulullah kenapa engkau menangis kemudian tertawa lalu memalingkan wajahmu?”, beliau menjawab: “Tangisanku adalah tangisan rindu kepada Sa’d, sedangkan tertawaku karena bahagia melihat derajat kemuliaan yang Sa’d peroleh di hadapan Allah, aku memalingkan wajah karena aku malu melihat bidadari berputar-putar mengelilingi Sa’d menjadi istri-istrinya.” Akhir kisah nabi menyuruh sahabatnya mengembalikan barang-barang milik Sa’d kepada istrinya. Wallahu A’lam